BAB I
PENDAHULUAN
· Latar belakang
Demokrasi berasal dari bahasa yunani yaitu : demos berarti rakyat dan kratos berarti pemerintahan. Secara sederhana demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat,dan untuk rakyat atau Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip Checks And Balances. (sartono dan kawan-kawan,2008).
Di Indonesia Pemilihan Umum (PEMILU) merupakan instrument dari demokrasi itu sendiri, turut mengikutsertakan partisipasi kualitas masyarakat dalam mewujudkan aspirasinya yang disalurkan melalui wadah partai politik, serta kekuatan sosial politik yang dibawa kepada muara pemilihan dan penetapan perwakilan politiknya baik di lembaga legislatif maupun eksekutif pemerintahan. Partisipasi politik masyarakat merupakan perangkat penting karena teori demokrasi yang menyebutkan bahwa perlunya partisipasi politik masyarakat pada dasarnya di sebabkan bahwa masyarakat tersebutlah yang paling mengetahui apa yang mereka kehendaki. Dalam sebuah pengertian, partisipasi politik merupakan kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pimpinan Negara dan masyarakat dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy), kegiatan yang mencakup tindakan seperti pemberian suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai politik dan kelompok kepentingan. Sebagai sebuah implementasi terhadap partisipasi politik masyarakat dalam bentuknya maka lahirlah sistem PEMILU.PEMILU dalam pengertiannya pemilihan umum merupakan suatu kegiatan yang sering diidentikkan sebagai suatu ajang pesta demokrasi, yang merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Gubernur dan Wakil Gubernur, Walikota dan Wakil Walikota ataupun memilih Bupati dan Wakil Bupati berdasarkan per Undang-Undangan yang berlaku. Melalui pemilihan umum, maka hak asasi rakyat dapat disalurkan, demikian juga halnya dengan hak untuk sama didepan hukum dan pemerintahan. Dalam penentuan dan penetapan perwakilan di lembaga eksekutif ketatanegaraan maka lahirlah sebuah sistem yang turut mengimplementasikan.
Lemahnya pelaksanaan demokrasi pada masa orde baru terjadi selain karena moral penguasaanya juga memang terdapat berbagai kelemahan yang terkandung dalam pasal-pasal UUD 1945. Pelaksanaan demokrasi pancasila pada era reformasi ini telah banyak memberikan ruang gerak kepada partai politik maupun lembaga negara (DPR) untuk mengawasi pemerintahan secara kritis,pemberian peluang untuk berunjuk rasa dan beroposisi, optimalisasi hak-hak DPR seperti bertanya,interplasi,interplensi,inisiatif dan amandemen, serta kebebasan rakyat untuk memberikan pendapat dan suara untuk memilih presiden dan wakil presiden seperti PEMILU. (sartono dan kawan-kawan,2008).
Pemilihan umum dalam sebuah negara yang demokratis menjadi kebutuhan yang tidak terelakan. Melalui pemilihan umum, rakyat yang berdaulat memilih wakil-wakilnya yang diharapkan dapat memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya dalam suatu pemerintahan yang berkuasa. Pemerintahan yang berkuasa sendiri merupakan hasil dari pilihan maupun bentukan para wakil rakyat tadi untuk menjalankan kekuasaan negara. Tugas para wakil pemerintahan yang berkuasa adalah melakukan kontrol atau pengawasan terhadap pemerintah tersebut. Dengan demikian, melalui pemilihan umum rakyat rakyat akan selalu dapat terlibat dalam proses politik dan, secara langsung maupun tidak langsung menyatakan kedaulatan atas kekuasaan negara dan pemerintah melalui para wakil-walilnya.
Dalam tatanan demokrasi, Pemilu juga menjadi mekanisme/cara untuk memindahkan konflik kepentingan dari tataran masyarakat ke tataran badan perwakilan agar dapat diselesaikan secara damai dan adil sehingga kesatuan masyarakat tetap terjamin. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa dalam sitem demokrasi, segala perbedaan atau pertentangan kepentingan di masyarakat tidak boleh diselesaaikan dengan cara-cara kekerasan atau ancaman kekerasan, melainkan melalui musyawarah (deliberition). Tugas wakil-wakil rakyat adalah melakukan musyawarah mengenai kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda agar tercapai apa yang disebut sebagai kepentingan umum yang nantinya kemudian dirumuskan dalam kebijakan umum.( http://gsj.tripod.com,1999)
· Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka:
ü Apakah Pengertian PEMILU?
ü Bagaiman sejarah Pemilu di Indonesia ?
ü Apa saja dasar Pemikiran Pemilu ?
ü Apakah Tujuan dari di selenggarakannya Pemilu?
ü Apa saja asas-asas Pemilu?
BAB II
PEMBAHASAN
· Pengertian Pemilu
Pengertian Pemilu Menurut UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu. Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. pemilihan umum merupakan sarana untuk mewujudkan asas kedaulatan di tangan rakyat sehingga pada akhirnya akan tercipta suatu hubungan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dan, ini adalah inti kehidupan demokrasi.
Pemilu diatur oleh UU nomer 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum, yaitu kemudia diperbaharui dengan UU no.12 tahun 2003 tentang pemilihan umum anggota DPR,DPD, dan DPRD. Selanjutnya juga keluar UU No.23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil presiden. (sartono dan kawan-kawan,2008).
Dalam undang-undang nomor 3 tahun 1999 tentang pemilihan umum dalam bagian menimbang butir a sampai c disebutkan:
a. Bahwa berdasarkan undang-undang dasar 1945, negara republik indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat;
b. Bahwa pemilihan umum merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam rangka keikutsertaan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara
c. Bahwa pemilihan umum umum bukan hanya bertujuan untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam lembaga Permusyawaratan/Perwakilan, melainkan juga merupakan suatu sarana untuk mewujudkan penmyusunan tata kehidupan Negara yang dijiwai semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Demikian juga dalam bab I ketentuan umum pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa: "pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan republik indonesia yang berdasarkan pancasila dan undang-undangn 1945. Dalam pernyataan umum hak asasi manusia PBB pasal 21 ayat 1 dinyatakan bahwa "setiap orang mempunyai hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan negerinya, secara langsung atau melalui wakil-wakilnya yang dipilih secara bebas." Hak untuk berperan serta dalam pemerintahan ini berkaitan dan tidak terpisahkan dengan hak berikutnya dalam ayat 2 yaitu "setiap orang mempunyai hak untuk memperoleh ekses yang sama pada pelayann oleh pemerintah negerinya ."Selanjutnya untuk mendukung ayat-ayat tersebut, dalam ayat 3 ditegaskan asas untuk mewujudkan kedaulatan rakyat yang melandasi kewenangan dan tindakan pemerintah suatu negara, yaitu "kehendak rakyat hendaknya menjadi dasar kewenangan pemerintah; kehendak ini hendaknya dinyatakan di dalam pemilihan-pemilihan sejati dan periodik (periodik) yang bersifat umum dengan hak pilih yang sama dan hendaknya diadakan dengan pemungutan suara rahasia atau melalui prosedur pemungutan suara bebas".
Pernyataan umum Hak Asasi Manusia PBB pasal 21 khususnya ayat 3 tersebut merupakan penegasan asas demokrasi yaitu bahwa kedaulatan rakyat harus mejadi dasar bagi kewenangan pemerintah dan kedaulatan rakyat melalui suatu pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, dan rahasia.
Pemilihan umum merupakan perwujudan nyata demokrasi dalam praktek bernegara masa kini (modern) karena menjadi sarana utama bagi rakyat untuk menyatakan kedaulatannya atas negara dan pemerintah. Pernyataan kedaulatan rakyat tersebut diwujudkan dalam proses pelibatan masyarakat untuk menentukan siapa-siapa saja yang harus menjalankan dan di sini lain mengawasi pemerintahan negara. Karena itu, fungsi utama bagi rakyat adalah "untuk memilih dan melakukan pengawasan terhadap wakil-wakil mereka".( http://gsj.tripod.com,1999)
· Sejarah Pemilu Di Indonesia
Penyelenggaraan pemilu di Indonesia sejak pemilu nasional pertama pada tahun 1955 sampai dengan pemilu 1999 telah menandai suatu tahapan penting dalam sejarah demokratisasi tanah air. Ada pasang surut perlibatan warga negara dalam penyelenggaraan pemilu. Pemilu 1995 yang didasarkan pada UU No.7 tahun 1953 berjalan demokratis secara relatif aman dan damai. Salah satu kuncinya diwakilinya semua partai didalam badan penyelenggaran pemilu. Walaupun secara formal, UU No.7 tahun 1953 sama sekali tidak menyebut secara spesifik keterlibatan warga negara dalam badan penyelenggaraan dan pengawas pemilu,tetapi warga negara lewat partai politik dapat mengimbangi pemaksaan kehendak oleh pejabat lokal, dengan usaha partai-partai lain yang melaporkannya kepada instansi yang lebih tinggi atau kepada wartawan (Sunarso,2003).
Pemilu selama renzim soeharto yang dikenal dengan istilah orde baru, jauh sekali dari sistem politik yang dianggap demokratis. Selama enam kali (1971,1977,1982,1987,1992,1997 ) diselenggarakan pemilu oleh rezim Soeharto, peluang untuk memperdayakan masyarakat terbelenggu oleh perangkat perundang-undangan bidang politik. Lima paket UU pemilu, UU Partai Politik,UU tentang Susunan dan Kedudukan DPR/DPRD dan MPR,UU tentang Refrendum serta UU tentang keormasan,semua disusun untuk mengendalikan hak-hak politik rakyat. Secara eksplisit UU No.1 tahun 1985 tentang Pemilu menyebutkan bahwa “ sampai dengan 3 kali perubahan UU No. 15 tahun 1999...” pada hakikatnya tidak mengubah dasar pikiran,tujuan,asas,dan sistem pemilihan umum dalam UU tersebut, tetapi bertujuan untuk menyempurnakan sesuai dengan perkembangan keadaan (Padmosugondo,1988). Keberhasilan pemerintahan orde baru sebagian besar disebabkan oleh efektifnya ketentuan perundangan tersebut, sehingga baik kebebasan sipil dan politik rakyat secara individual maupun partai politik tidak memiliki kemerdekaan untuk mengembangakan fungsinya. Pemilu selama periode 1971 hingga 1997 telah menjadi saranan penyelenggaraan kekuasaan legitimasi pemerintahan Orde Baru (Indra,1998).
Pemilu 1999 yang diselenggarakan berdasarakan UU No.3 tahun 1999 telah menandai babak baru perubahan dalam mesin Pemilu di Indonesia,yang berbeda dengan pemilu masa orde baru. Pemilu 1999 telah menggeser dominasi pemerintah sebagai aparatur negara kedalam bentuk pemerataan partisipasi partai politik dan rakyat didalam penyelenggaraan pemilu. Berbeda dengan sistem pemilu selama orde baru, didalam sistem pemilu 1999 partai politik mempunyai hak terlibat secara intensif dalam proses pemilu sejak Komisi Pemilihan Umum (KPU) dibentuk,sehingga diharapkan mampu berfungsi sebagai otoritas pengatur pemilu yang independent.
Pemilu 2004,yang ditetapkan pelaksanaannya pada 5 april 2004,diselenggarakan untuk memilih anggota DPR,DPD,DPRD provinsi,dan DPRD kabupaten (pasal 3). Partisipasi masayarakat dalam penyelenggaraan pemilu 2004 diberikan peluang amat besar. Hal ini ditandai dengan semakin terbukanya masyarakat Indonesia untuk menjadi penyelenggara pemilu di dalam KPU,KPU Provinsi,KPU kabupaten/kota (pasal 18). Cerminan bahwa KPU tidak boleh berasal dari unsur pemerintahan atau partai politik antara lain tampak pada persyaratan bahwa seorang anggota KPU adalah orang yang sedang tidak menjadi anggota atau pengurus partai politk dan tidak sedang menduduki jabatan politik,jabatan struktural,dan jabatan fungsional dalam jabatan negeri (pasal 18 butir i dan k).
Jika dicermati dari pemilu,1955,pemiu 1999 dan pemilun 2004 yang diselenggarakan 5 April 2004, tampak ada pergeseran pembangunan politik dan proses pelembagaan politik. Pada pemilu 1955 partai politk bersama-sama pemerintahan menjadi badan penyelenggaran pemilu. Partai politik cukup kuat melakukan kontrol atas penyelenggaraan pemilu. Pada pemilu sepanjang era orde baru, keterlibatan masyarakat atau partai politik dalam penyelenggaraan pemilu sangat terbatas, bahkan hampir sama sekali tidak ada ruang untuk mengawasi jalannya pemilu. Pemilu menjadi alat legitimasi kekuasaan, melalui Golkar. Barulah pada pemilu 1999, keterlibatan masyarakat melalui partai politik dan organisasi pemantauan dan pengawasan independen pemilu diberikan porsi yang cukup besar dalam aturan main pemilu tersebut. Pemilu tahun 1999 dianggap lebih baik dari pada pemilu selama orde baru. Penyelenggaraan pemilu 2004 menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat karena penyelenggaraan maupun pengawasam pemilu berasal dari masayarakat. (sartono dan kawan-kawan,2008).
Secara khusus, sejarah Pemilu di Indonesia dari tahun 1955-1999
· Dasar Pemikiran Pemilu
Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berdasarkan kedaulatan rakyat. Prinsip ini tercantum dalam UUD 1945. Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang anggota-anggotanya dipilih melalui PEMILU yang dilaksanakan secara demokratif dan transparan. PEMILU merupakan sarana demokrasi guna mewujudkan sistem pemerintahan negara yang berkedaulatan rakyat. Pemerintah negera yang dibentuk melalui pemilu adalah yang berasal dari rakyat,dijalankan sesuai dengan kehendak rakyat, dan diabdikan untuk kesejahtraan rakyat. Hanya kekuasaan pemerintah negara yang memancarkan kedaulatan rakyatlah yang memiliki kewibawaan kuat sebagai pemerintah yang amanah. Pemerintahan yang dibentuk melalui salah satu PEMILU akan memiliki legitimasi yang kuat. (sartono dan kawan-kawan,2008).
· Memahami Tujuan di selenggarakannya pemilu
Untuk mewjudkan tata kehidupan negara sebagaimana dimaksud oleh Pancasila, UUD 1945,perlu dilaksanakan PEMILU. PEMILU bertujuan untuk memilih wakil rakyat untuk duduk didalam Lembaga perwakilan atau permusyawaratan rakyat,membentuk pemerintahan, melanjutkan perjuangan mengisi kemerdekaan, dan mempertahankan Ketuhanan NKRI. Pemilu yang demokratis merupakan sarana untuk menegakan kedaulatan rakyat dan untuk mencapai tujuan negara. Oleh karena itu, PEMILU tidak boleh menyebabkan rusaknya sendi-sendi kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara (sartono dan kawan-kawan,2008).
· Memahami asas-asas pemilu
Asas pemilu dilaksanakan secara demokratis dan transparan, berdasarkan asar LUBERJURDIL. Asas itu didasarkan pada ketetapan MPR RI No. XIV/MPR 1998 tentang berubahan dan tambahan atas ketetapan MPR No.III/MPR/1998 Tentang Peralihan Umum. Masing-masing asas itu adalah :
ü Langsung berarti rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
ü Umum berarti pada dasarnya semua warganegara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia , yaitu sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah/pernah kawin berhak ikut memilih dalam pemilihan umum. Warganegara yang sudah berumu 21 (dua puluh satu) tahun berhak di-pilih. Jadi, pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa diskriminasi (pengecualian) berdasar acuan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, dan status social.
ü Bebas berarti setiap warganegara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap warganegara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.
ü Rahasia berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pemilihnya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan papun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada suaranya diberikan. Asas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih yang telah keluar dari tempat pemungutan suara dan secara sukarela bersedia mengungkapkan pilihannya kepada pihak manapun.
ü Jujur berarti dalam menyelenggarakan pemilihan umum; penyelenggaraan/ pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta Pemilu, pengawas dan pemantau Pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
ü Adil berarti dalam menyelenggarakan pemilu, setiap pemilih dan partai politik peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
Pemilihan umum yang LUBER dan Jurdul dibutuhkan semua pihak, baik itu pemerintah, partai politik, masyarakat, serta kalangan internasional. Hal ini mengingat pemilihan umum akan menghasilkan para wakil rakyat, yang akan membetuk pemerintahan yang ebrkuasa secara absah. Ini berarti pemilihan umum berfungsi pula sebagai sarana untuk melakukan pengertian pemeritnahan secara wajar dan damai. Keabsahan pemerintah dan pergantian pemerintah secara wajar dan damai hanya dapat dijamin jika hasil Pemilu dapat diterima dan dihorati oleh pihak yang menang maupun pihak yang kalah, serta rakyat dan dunia internasional pada umumnya.
Hasil Pemilu yang diterima dan dihormati semua pihak hanya bisa diperoleh melalui penyelenggaraan Pemilu yang LUBER dan Jurdil dapat menghasilkan kepastian dan ketenangan yang akan menjadi landasan kuat bagi terciptanya stabilitas dalam tatanan demokrasi. Pemilu yang LUBER dan Jurdil juga akan dapat mengurangi, atau bahkan menghilangkan kecurigaan, prasangka, maupun tuduhan-tuduhan dari suatu pihak lain yang terlibat langsung dalam proses Pemilu.
Ø Bagaimana Mewujudkan Pemilu yang LUBER dan Jurdil?
Untuk mewujudkan Pemilu yang LUBER dan Jurdil, dibutuhkan persyaratan minimal, diantaranya adalah:
- Peraturan perundangan yang mengaatur Pemilu harus tidak membuka peluang bagi terjadinya tindak kecurangan maupun menguntungkan satu atau beberapa pihak tertentu;
- Peraturan pelaksanaan Pemilu yang memuat petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan Pemilu harus tidak membuka peluang bagi terjadinya tindak kecurangan maupun menguntungkan satu atau beberapa pihak tertentu;
- Badan/lembaga penyelenggara Pemilu harus bersifat mandiri dan independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan atau partai politik peserta Pemilu baik dalam hal kebijakan maupun operasionalnya, serta terdiri dari tokoh-tokoh yang kreadibilitasnya tidak diragukan;
- Panitia Pemilihan Umum di tingkat nasional maupun daerah harus bersifat mandiri dan independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan atau partai politik peserta Pemilu baik dalam hal kebijakan maupun operasionalnya, serta terdiri dari tokoh-tokoh yang kreadibilitasnya tidak diragukan. Keterlibatan aparat pemerintahan dalam kepanitiaan Pemilu sebatas pada dukungan teknis operasional dan hanya bersifat administratif;
- Partai politik peserta Pemilu memiliki kesiapan yang memadai untuk terlibat dalam penyelenggaraan Pemilu, khususnya yang berkaitan dengan kepanitiaan Pemilu serta kemampuan mempersiapkan saksi-saksi di tempat-tempat pemungutan suara;
- Lembaga/organisasi/jaringan pemantauan Pemilu harus terlibat aktif dalam setiap proses dan tahapan Pemilu disemua tingkatan diseluruh wilayah pemilihan untuk memantau perkembangan penyelenggaraan Pemilu;
- Anggota masyarakat luas baik secara perorangan dan kelompok, maupun yang berhimpun dalam organisasi-organisasi kemasyarakatan harus aktif dalam memantau setiap perkembangan penyelenggaraan Pemilu di daerahnya masing-masing;
- Insan pers dan media massa harus memberikan perhatian secara khusus pada setiap perkembangan penyelenggaraan Pemilu, supaya setiap perkembangan yang ada dapat segera dapat diberitakan kepada anggota masyarakat luas;
- Memupuk kesadaran politik setiap warganegara supaya semakin sadar akan hak politiknya dalam Pemilu dan semakin memiliki kematangan dan kedewasaan politik sehingga tidak mudah untuk dipaksa, diancam, dibeli, maupun dipengaruhi dengan cara-cara yang tidak wajar untuk memilih, atau berbuat kecurangan yang menguntungkan, pihak-pihak tertentu.
· Syarat PEMILU
ü penyelenggaraan pemilu yang tidak memihak dan independen
ü Tingkat kompetitif dalam sebuah pemilu
ü pemilu harus diselenggarakan secara berkala
ü pemilu haruslah inklusif
ü pemilih harus diberi keleluasaan untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan alternatif pilihannya dalam suasana yang bebas, tidak dibawah tekanan, dan akses memperoleh informasi yang luas.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
· KESIMPULAN
Jadi, pemilu merupakan salah satu bentuk demokrasi yang dilaksanakan di Indonesia. Pemilu merupakan wadah dimana masyarakat dapat menyalurkan suaranya untuk memilih pemimpinya atau sekedar berpartisipasi dalam meramaikan pesta rakyat tersebut. Pemilu sudah sewajarnya dilakukan secara langsung, umum, bebas,rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan asas pemilu, agar tujuan awal dari pemilu itu terpenuhi atau tercapai.
Siapa yang tidak menginginkan pemimpin negaranya bijaksana?siapa pula yang tidak menginginkan pemimpin negaranya jujur, jauh dari tindak KKN,dapat menjalankan semua janji-janjinya.? Oleh karena itu, mari kita jalankan pemilu yang bersih, pemimpin yang benar-benar kita pilih sebagai wakil negara kita tanpa adanya paksaan dari orang lain. Serta calon pemimimpin harus benar-benar bersih, berakhlak mulia agar terciptanya negara yang makmur.
· SARAN
ü Pemilu harus dilaksanakan secara jujur dan bersih
ü Menjunjung demokrasi Indonesia sesuai dengan hukum yang berlaku sesuai UUD 1945
ü Bagi pemerintah harus memberikan pengamanan yang lebih ketat saat berlangsungnya pemilu.
ü Saat orasi berlangsung lebih ditertibkan agar tidak mengganggu lalu lintas atau kegiatan lain.
ü Bagi para masyarakat harus menggunakan hak pilihnya sesadar-sadarnya tanpa adanya pemaksaan dari pihak lain.
DAFTAR PUSTAKA
diunggah pada hari jumat 04 November 2011 jam 15.18
diunggah pada hari jumat 04 November 2011 jam 15.20
diunggah pada hari jumat 04 November 2011 jam 15.25
diunggah pada hari Rabu 02 November 2011 jam 15.25
Sunarso. Sartono, Kus Eddy.Dwikusrahmasi,Sigit. Sutarini,Y.ch Nani.2006. Pendidikan Kewarganegaaran PKN untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta : UNY Pers